BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dunia kedokteran gigi merupakan
sifat sosial. Seorang dokter gigi mutlak harus menggutamakan kepentingan
masyarakat yang membutuhkan pertolongan, terutama saat mereka menghadapi
bersoalan gigi ataupun rongga mulut pada pasien balita.
Sifat sosial dunia
kedokteran gigi juga diatur dalam kode etik kedokteran gigi. Sejak disumpah
untuk menjalankan praktek profesinya setiap dokter gigi wajib mematuhi kode
etik tersebut. 3
Profesi dokter gigi
adalah jenis pekerjaan yang menuntut keahlian atau kompetensi seseorang.
Brightman, dalam bukunya “Building Organizational Citizenship” menyatakan bahwa
ciri-ciri profesi dokter gigi adalah pekerjaan yang pada awalnya memerlukan
pelatihan, bersifat intelektual menyangkut pengetahuan dan sampai tahap
kesarjanaannya.
Secara normatif,
profesi kedokteran gigi harus terarah pada fungsi pelayanan pada masyarakat.
Namun, banyaknya tekanan yang dihadapi dokter gigi sejak menempuh pendidikan
hingga masa praktek telah menggiring mereka untuk lebih menempuh jalan
pragmatisme bisnisnya. Alhasil, saat menempatkan kedokteran gigi sebagai
profesi pelayanan kepada masyarakat cenderung dinomorduakan. 3
Tiap profesi dilandasi
oleh etika. Profesi yang dilakukan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah etika
ibarat seorang yang tengah menggali lubang kuburnya sendiri. Weistein, dalam
“Ethical Decision Making” mengatakan bahwa etika medis merupakan aturan-aturan
dan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan kode etik pada profesi kedokteran
gigi.
Seorang dokter gigi
adalah praktisi moral yang menjalankan keahliannya dalam menyembuhkan atau
merawat pasiennya sesuai dengan moral dan etik. Dalam menghadapi pasien yang
berumur balita, misalnya : seorang dokter gigi tidak boleh menolak karena alasan balita tersebut menangis terus
menerus karena takut untuk berobat ke dokter gigi. 3
Etika profesi
kedokteran gigi mengacu pada kode etik medis yang berlaku di dunia kedokteran
gigi. Oleh karena itu, dengan selalu mengacu pada etik profesi kedokteran gigi,
kemajuan teknologi kedokteran gigi tak perlu mengeser nilai-nilai luhur yang
berisi layanan kepada masyarakat luas.
1.2
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang
terdapat pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana pertumbuhan gigi anak pada
usia balita?
2.
Bagaimana perkembangan psikis anak pada
usia balita?
3.
Apakah etiologi terjadinya perdarahan
yang tak kunjung henti pada gigi anak yang patah?
4.
Apakah yang dimaksud dengan prilaku
manusia?
5. Bagaimana sikap dan etika seorang dokter
gigi dalam menangani berbagai pasiennya, terutama pada balita?
6.
Bagaimana sikap seorang pasien ketika
melihat dokter gigi memiliki etika yang buruk?
7.
Apakah dokter gigi harus memiliki
kepribadian yang baik dalam setiap menangani pasiennya?
8. Bagaimana interaksi sosial dokter gigi
ketika harus terjun menghadapi seorang pasien diluar praktek?
Tujuan pembelajaran
yang terdapat dalam makalah ini adalah agar mahasiswa mampu mengetahui dan
memahami:
1.
Pertumbuhan gigi anak pada usia balita.
2.
Perkembangan psikis anak pada usia
balita.
3.
Etiologi terjadinya perdarahan yang tak
kunjung henti pada gigi anak yang patah.
4.
Yang dimaksud dengan prilaku manusia.
5.
Sikap dan etika seorang dokter gigi
dalam menangani berbagai pasiennya, terutama pada balita.
6.
Sikap seorang pasien ketika melihat
dokter gigi memiliki etika yang buruk.
7.
Apakah dokter gigi harus memiliki
kepribadian yang baik dalam setiap menangani pasiennya.
8.
Bagaimana interaksi sosial dokter gigi
ketika harus terjun menghadapi seorang pasien diluar praktek.
BAB
II
TINJAUAN
LITERATUR
2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan
dan perkembangan
psikologi dan
gigi anak terutama di usia balita penting diperhatikan, karena diusia balita
merupakan faktor dimana mereka memerlukan semua kebutuhan baik fisik maupun
mental. Dari dua kebutuhan tersebut merupakan faktor utama bagi anak saat
mengalami pertumbuhan dan perkembangannya.
Perlu diketahui, bahwa anak yang lahir dan tumbuh menjadi
anak yang sehat secara fisik maka tentu akan mempengaruhi kesehatan mental atau
psikologisnya. Sebaliknya, jika anak tumbuh dengan kondisi fisik yang kurang
baik maka akan berdampak tidak baik juga bagi kesehatan psikologis anak. 8
2.1.1 Pertumbuhan Gigi Anak
Pertumbuhan gigi
desidui pada bayi dimulai sekitar enam bulan setelah bayi lahir dan telah
erupsi sempurna sekitar usia dua setengah tahun. Proses ini akan berlangsung
terus sampai berusia 21-25 tahun pada saat pertumbuhan gigi terakhir telah
sempurna, yang sering di sebut “gigi permanen”. Biasanya gigi desidui sudah
akan memotong rahang anak ketika anak berusia 6-8 tahun, tapi tepatnya gigi
yang akan erupsi tergantung pada kesehatan, keturunan, gizi, jenis kelamin anak
dan faktor lainnya. 9
Rata-rata anak usia 9
bulan sudah memiliki 3 gigi, sedangkan anak usia 2-2,5 tahun akan memiliki 20
gigi desidui yang telah erupsi. Sebetulnya yang lebih penting adalah urutan
erupsinya gigi desidui daripada umur anak ketika giginya tumbuh. Salah satu
aturannya gigi desidui bagian posterior anterior akan erupsi terlebih dahulu. 9
Apabila terjadi
kelainan dalam urutan erupsi gigi, maka akan mempengaruhi erupsinya gigi molar sehingga susunan gigi sedikit
kacau dan tidak teratur. Jika hal ini terjadi, pembentukan mandibula juga akan
terpengaruh dan pertumbuhan gigi permanennya akan terganggu. Setelah gigi
desidui tumbuh sempurna, dalam gingiva anak nantinya akan terjadi proses erupsi
gigi permanen.
Rata-rata ketika anak-anak
memasuki usia 6 tahun, akan memiliki 1-2 gigi permanen. Pada usia 10 tahun
biasanya anak telah memiliki 14-16 gigi permanen dan gigi akan erupsi sempurna ketika
sudah berumur 17-25 tahun. Makna psikologis erupsi gigi pada anak antara lain
adalah:
1.
Pengaruhnya terhadap
emosi
Perasaan tidak nyaman ketika gigi akan erupsi, secara emosional
menimbulkan pengaruh terhadap anak yang berusia 1-3 tahun. Hal ini akan berulang
kembali, ketika gigi permanen
akan erupsi pada gingiva yang tidak ada gigi desiduinya. 6
2.
Gangguan terhadap
keseimbangan tubuh
Perasaan nyeri dan tidak nyaman karena gigi sedang erupsi, atau karena terjadi karies gigi sangat menganggu
keseimbangan tubuh anak. Hal-hal ini akan menyebabkan gangguan sementara bagi
anak, misalnya terganggu tidurnya, terganggu nafsu makannya, yang semuanya
menyebabkan gangguan terhadap perkembangan anak secara umum. 6
2.1.1.1 Fraktur pada Gigi Anak
Anak-anak terutama balita
memang sangat suka bermain. Tingkah laku psikis anak yang sangat aktif dapat
menyebabkan fraktur pada gigi terutama pada gigi anterior. Penyebab terjadinya
fraktur pada gigi biasanya disebabkan karena keaktifan dari tingkah laku
mereka, misalnya ketika sedang berlari, menggigit sesuatu, terbentur dinding,
dan sebagainya.
Fraktur
pada gigi anak di defenisikan sebagai suatu kejadian yang tidak terduga atau suatu penyebab sakit karena
kontak yang keras dengan suatu benda. Menurut penelitian, fraktur/patahnya pada
gigi anterior sering terjadi karena anak-anak
mempunyai kebebasan dan gerak yang cukup luas, sementara koordinasi dan
penilaiannya dengan keadaannya belum cukup baik sehingga sering terjatuh dan mengakibatkan
gigi fraktur/patah. 4
Gigi anak
memiliki tulang alveolar dan jaringan pendukung yang belum sempurna, selain itu
gigi anak mempunyai enamel dan ketebalan dentin yang tipis dibandingkan dengan
gigi permanen dewasa, hal ini juga yang menyebabkan gigi anak mudah fraktur/patah
akibat benturan. 4
Trauma
pada gigi depan anak dapat terjadi langsung dan tidak langsung. Trauma gigi
secara langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi. Trauma gigi
tidak langsung terjadi ketika benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi
rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan
tiba-tiba.
Fraktur pada gigi anak sering terjadi karena sensor
motorik anak sedang bertumbuh pesat sehingga sering melakukan gerakan yang
tidak terduga. Tindakan preventif yang harus dilakukan adalah tetap
membersihkan gigi tersebut dengan perlahan-lahan, walaupun anak pasti akan mengeluh
sakit. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan infeksi. 2
Jika
anak terlihat bersedia atau
menerima perawatan dokter gigi selanjutnya, maka dokter gigi akan melakukan perawatan dengan melakukan devitalisasi pada
gigi tersebut (membuat gigi tersebut mati) sehingga kemungkinan infeksi dan
keluhan sakit akan sangat berkurang. Sisa gigi tersebut kemungkinan besar akan tetap
digantikan oleh gigi permanen, selama gigi permanen tidak mengalami trauma akibat rusaknya gigi desidui. 2
2.1.2
Perkembangan
Psikologis Anak
Pikiran dan perilaku
anak merupakan aspek lain dari perkembangan seorang anak. Kedua aspek ini
membentuk segi psikis anak, yang juga meliputi perkembangan mental,
kepribadian, emosi dan sosial. Ada banyak teori tentang perkembangan psikis
anak, dan setiap teori memiliki sudut pandang yang berbeda. Salah satu teori
menyebutkan bahwa pada pada usia prasekolah, anak mulai membangun memori dan
imajinasinya, dan pikirannya didominasi oleh pikiran egosentris. 2
Perkembangan
psikologi anak dimulai sejak baru dilahirkan.
Berdasarkan penelitian membuktikan bahwa, bayi yang baru lahir dan masuk di
bulan pertama kehidupannya hanya bisa mengalami rasa bahagia, sedih, dan marah.
Senyum pertama bayi akan bisa dilihat di usia 6-10 minggu. Menurut imu
psikologi anak, senyum yang diperlihatkan oleh bayi merupakan senyum sosial
yang terjadi pada saat interaksi sosial. 1,
2
Perkembangan
psikologi anak yang cukup cepat di usia 8-12 bulan
merupakan usia yang rawan, dimana balita mulai merasakan senang saat berada dengan orang-orang yang akrab
dengannya, merasakan ketakutan saat ia berada di sekitar lingkungannya, serta
dapat merasakan kecemasan saat berpisah dengan orang-orang terdekatnya atau
didekati oleh orang asing.
Disamping itu, karena usianya yang belum
cukup mengerti akan keadaan di sekitarnya untuk mampu merasakan dan membuat
pertimbangan apa yang dibutuhkan, diinginkan, serta apa yang menjadi
kepentingan orang lain, maka anak memiliki sifat egosentris yang sangat besar. 1, 6
Di usia anak 2-5 tahun ia baru saja memulai
kapasitasnya untuk memahami aturan sosial dan rasa empatinya yang akan terus
berkembang hingga ia dewasa. Dengan usia yang akan terus bertambah,
perkembangan anak dapat dilihat dari proses ia mengembangkan cara berpikirnya,
walaupun terkadang cara berpikirnya tidak selogis orang dewasa. Namun, paling
tidak ia sudah mulai mengerti dengan apa yang dilihat dan dirasakannya. 1
Usia balita merupakan usia yang masih
dibilang memiliki sifat egosentris yang cukup kuat. Dimana anak hanya dapat
mempertimbangkan dan mementingkan segala sesuatunya yang ia anggap benar
berdasarkan cara pandangnya sendiri. Tetapi perlu diketahui, bahwa di usia inilah perkembangan psikologi anak berkembang
secara pesat.
Secara perlahan, sifat egosentrisme anak
akan mulai berkurang terutama jika diberikan pola pengasuhan yang tepat dan
baik, sehingga anak akan terpola dengan
cara didik orang tua yang baik semenjak dini. 6, 8
Dasar
bagi perilaku sosial yang diletakkan pada masa bayi:
1.
Rasa malu
Pada
usia enam bulan-tiga tahun bayi dapat membedakan antara wajah yang sudah biasa
dikenal dengan yang tidak dikenal. Sampai pada akhir tahun pertama mereka
bereaksi terhadap orang yang tidak dikenal dengan cara merengek, menangis,
menyembunyikan kepala, dan bergayut pada orang yang membopong mereka. 6
2.
Ketergantungan
Semakin
bayi diasuh oleh seseorang, semakin bergantung ia kepada orang tersebut. Bayi
memperlihatkan ketergantungan dengan bergayut kepada orang yang mengasuhnya,
menangis apabila ditinggalkan bersama orang lain, dan menuntut dilayani sekalipun
dia mampu melakukannya sendiri. 6
3.
Menerima otoritas
Apakah
bayi akan belajar menyesuaikan diri dengan tuntutan orang yang mempunyai
otoritas atas diri mereka, hal itu bergantung pada pengaruh orang yang
mempunyai otoritas untuk memaksakan kehendaknya. Sikap yang permisif mendorong
bayi untuk menolak otoritas.
4.
Mencari perhatian
Pada
tahun kedua, bayi berusaha memperoleh perhatian orang dewasa melalui suara
terutama menangis, dengan mencekau baju, atau memukul mereka dan dengan
melakukan hal-hal yang dilarang. Jika mereka berhasil, mereka memperlihatkan
kepuasan dengan tersenyum atau tertawa.
5.
Kerja sama sosial
Kerja
sama dalam permainan antara bayi dengan orang dewasa biasanya berhasil karena
orang dewasa bersikap memberikan lebih banyak. Kerja sama sosial dengan teman
sebaya biasanya tidak berhasil karena teman sebaya tidak mau mengalah. 6
6.
Perilaku melawan
Pada
pertengahan tahun kedua usia bayi, perilaku melawan mulai timbul. Hal itu
diekspresikan dengan menegangkan badan, menangis, atau menolak untuk patuh.
Bila bayi tidak diberi kesempatan untuk bebas, perilaku melawan biasanya
menimbulkan sikap negatif.
2.2 Etika Kedokteran Gigi
Pendidikan
etika kedokteran gigi yang mengajarkan tentang etika profesi dan prinsip moral
kedokteran dianjurkan dimulai sejak tahun pertama pendidikan kedokteran gigi,
dengan memberikan lebih ke arah tools dan membuat keputusan etik, memberikan
banyak pelatihan, dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi kondisi
etik-klinik tertentu, sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan
menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan keputusan medis sehari-hari.
Tentu
bisa pahami bahwa pendidikan etika belum tentu dapat mengubah perilaku etis
seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para seniornya bertolak belakang
dengan situasi ideal dalam pendidikan. 3
2.2.1 Defenisi Etika Kedokteran Gigi
Etik berasal dari
bahasa Yunani, yaitu ‘Ethicos’ yang berarti ‘moral’
dan ‘ethos’ yang berarti ‘karakter,
kebiasaan’.
Etika
merupakan falsafah moral yang mengukur norma atau nilai yang benar dan baik
dari perilaku dan perikehidupan yang harus berlaku dalam kehidupan
sehari-hari. 3, 7
Etika
Kedokteran Gigi adalah: falsafah moral yang mengukur norma dan nilai yang baik
dan benar dari prilaku menjalankan profesi kedokteran gigi dan hasil karya
keilmuan kedokteran gigi sebagai mana tercantum dalam lafal sumpah dan kode
etik kedokteran gigi yang telah disusun oleh organisasni profesi dengan
pemerintah.
Prinsip-prinsip etika kedokteran dalam kaidah dasar
bioetika, antara lain:
1. Prinsip
Beneficence (berbuat baik).
2. Prinsip
Non-maleficence (melarang untuk tidak berbuat buruk).
3. Prinsip
Otonomi (menghormati hak pasien).
4. Justice
(moral, keadilan).
5.
Fairness (tidak
boleh membedakan status). 7
Dunia
Kedokteran Gigi bersifat sosial. Para dokter gigi mutlak harus mengutamakan
kepentingan masyarakat yang membutuhkan pertolongan, terutama saat mereka
menghadapi persoalan gigi ataupun rongga mulut. Sifat sosial dunia kedokteran gigi juga diatur dalam Kode Etik
Kedokteran Gigi. Sejak disumpah untuk menjalankan praktik profesinya setiap
Dokter Gigi wajib mematuhi Kode Etik tersebut. 11
Landasan
etik kedokteran adalah sebagai berikut:
1.
Sumpah Hippokrates (460-377 SM)
2.
Deklarasi Geneva (1948)
3.
International Code of Medical Ethics
(1949)
4.
Lafal sumpah dokter Indonesia (1960)
5.
Kode etik kedokteran Indonesia (1983)
6.
Pernyataan-pernyataan (deklarasi) ikatan
dokter sedunia (worl medical association, WMA), yaitu antara lain:
-
Deklarasi Geneva (1948), tentang lafal
sumpah dokter.
-
Deklarasi Helsinki (1964) tentang riset
klinik.
-
Deklarasi Sydney (1968) tentang saat
kematian.
-
Deklarasi Oslo (1970) tentang
pengguguran kandungan atas indikasi medik.
-
Deklarasi Tokyo (1975) tentang
penyiksaan.
Hubungan ajaran moral, etika hukum, dan
profesi adalah:
1. Moral
Meliputi prilaku
manusia, sifat personal, dan sosial.
2. Etika profesi
Dilaksanakan pada kelompok tertentu
sehingga peran dan fungsi kelompok tersebut jadi lebih jelas (kode etik).
3.
Etika
dan Hukum
Mengatur bidang yang sama, pelakunya
terdapat dalam masyaratakat, norma-norma (moral), agama, budaya, hukum (UU
administrasi, pidana perdata, peraturan, keputusan). 11, 12
Etika
sebenarnya saling berkaitan dengan hukum dan mempunyai tujuan yang sama, yaitu
untuk mengatur tertib dan tentramnya pergaulan hidup dalam masyarakat.
Persamaan Etik dan
Hukum
|
Perbedaan Etik dan
Hukum
|
1. Sama-sama
merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat.
|
1. Etik
berlaku untuk lingkungan profesi. Hukum berlaku untuk umum.
|
2. Sebagai
objeknya adalah tingkah laku manusia.
|
2.
Etik disusun berdasarkan anggota
profesi. Hukum disusun oleh badan pemerintahan.
|
3. Mengandung
hak dan kewajiban anggota-anggota masyarakat, agar tidak saling merugikan.
|
3. Etik
tidak seluruhnya tertulis.
|
4. Menggugah
kesadaran untuk bersifat manusiawi.
|
4. Pelanggaran
etik diselesaikan oleh MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) yang
dibentuk oleh IDI.
|
5. Sumbernya
adalah hasil pemikiran para pakar dan pengalaman anggota senior.
|
5. Penyelesaian
pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik. Penyelesaian pelanggaran
hukum memerlukan bukti fisik.
|
6. Sanksi
pelanggaran berupa tuntutan.
|
|
Tabel 1. Perbedaan dan persamaan
Etika dan Hukum
Etika dalam berprofesi merupakan
satu tingkah laku konkrit dan merupakan pelaksanaan tanggung jawab pribadi
dokter/dokter gigi dalam melaksanakan rasa kemanusiaan terhadap penderitanya.
Yang berisikan keselamatan kepentingan penderita, dan perlindungan pada dokter.
3
Tujuan etik profesi antara
lain:
1.
Menjaga
kehormatan dan profesi.
2.
Merupakan
tata tertib, hubungan baik antara teman sejawat dan profesi.
3.
Mencegah
orang tidak baik masuk ke lingkungan profesi.
4.
Mencegah
pihak luar campur tangan dalam intern profesi.
Tiap
profesi dilandasi etika. Profesi yang dilakukan tanpa mengindahkan
kaidah-kaidah etika ibarat seseorang yang tengah menggali lubang kuburnya
sendiri. Weistein, dalam Ethical Decision Making, mengatakan bahwa etika medis
merupakan aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan kode etik
pada profesi kedokteran gigi. Seorang dokter gigi adalah praktisi moral yang
menjalankan keahliannya dalam menyembuhkan atau merawat pasiennya sesuai dengan
moral dan etika. 7, 13
Dalam menghadapi pasien yang berasal dari golongan
ekonomi lemah, misalnya, seorang dokter gigi tidak boleh menolak pasien karena
alasan biaya. Dokter gigi tetap dituntut memberikan informasi mengenai tempat pengobatan yang
mendapat subsidi pemerintah, misalnya rumah sakit, puskesmas, atau balai pengobatan.
Persoalan “persaingan” tempat praktik
ataupun layanan juga mendapat perhatian serius etika profesi kedokteran gigi.
Apabila terjadi “persaingan” di antara sesama dokter gigi, maka perawatan dan
penyembuhan pasien harus tetap dinomor satukan.
Hal lain yang tak kalah penting adalah
tanggung jawab dokter gigi atas eksistensi perawat, karyawan administrasi
ataupun laboratoriumnya. Dokter gigi bertanggung jawab atas risiko yang
dihadapi para karyawan atas kemungkinan penyakit yang disebabkan oleh sinar rontgen
ataupun oleh bahan kimia hasil reaksi di laboratorium tempat kerja. 13
Dalam hubungannya dengan lingkungan hidup
(environment), dokter gigi bertanggungjawab atas limbah dari tempat praktiknya.
Pembuangan limbah melalui saluran air dan masuk ke selokan dan sungai akan
berakibat pada kesehatan masyarakat sekitarnya.
Etika profesi kedokteran gigi haruslah tetap
mengacu pada kode etik medis yang berlaku di dunia kedokteran gigi. Seorang
dokter gigi juga tidak diperkenankan mengabdi perusahaan obat yang pada
akhirnya justru memberatkan pasien.
Oleh karena itu, dengan selalu mengacu pada
etika profesi kedokteran gigi, kemajuan teknologi kedokteran gigi tak perlu
menggeser nilai-nilai luhur yang berisi layanan kepada masyarakat luas. 11, 13
2.2.2 Pelanggaran Etika Kedokteran Gigi
Secara
normatif, profesi dokter gigi harus terarah pada fungsi pelayanan kepada
masyarakat. Profesi adalah jenis pekerjaan yang menuntut keahlian atau
kompetensi seseorang. Brightman, dalam bukunya Building
Organizational Citizenship menyatakan bahwa ciri-ciri profesi adalah pekerjaan
yang pada awalnya memerlukan pelatihan, bersifat intelektual menyangkut
pengetahuan dan sampai tahap kesarjanaannya. 7
Dunia
Kedokteran Gigi bersifat sosial. Para dokter gigi mutlak harus mengutamakan
kepentingan masyarakat yang membutuhkan pertolongan, terutama saat mereka
menghadapi persoalan gigi ataupun rongga mulut. Sifat sosial dunia kedokteran gigi juga diatur dalam Kode Etik
Kedokteran Gigi. Sejak disumpah untuk menjalankan praktik profesinya setiap
Dokter Gigi wajib mematuhi Kode Etik tersebut.
Namun,
banyaknya tekanan yang dihadapi kebanyakan dokter gigi sejak menempuh
pendidikan hingga masa praktik telah menggiring mereka untuk lebih menempuh
jalan pragmatisme bisnisnya. Alhasil, saat
menempatkan kedokteran gigi sebagai profesi, pelayanan kepada masyarakat
cenderung dinomor duakan.
Contoh kasus dapat dilihat
pada skenario yang sedang dibahas, dimana dokter gigi merasa tidak sabar dengan
pasiennya berumur dua tahun yang menangis tiada henti lalu tanpa pertimbangan
langsung memberikan surat rujukan rontgen fhoto kepada ibu pasien. Dokter gigi
dapat dikatakan lalai dalam mengemban tugas profesinya dan telah melanggar
etika kedokteran gigi. 3, 13
Kelalaian dapat berarti
karena melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan, atau karena tidak
melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Kelalaian secara umum berarti:
seseorang yang karena kelalaiannya sampai merugikan orang lain, ini dianggap
salah.
Dokter/dokter gigi yang
kurang berfikir, kurang tahu, atau kurang bijaksana sehingga menelantarkan
pasien yang seharusnya diberikan pengobatan dapat dikenakan sanksi hukum.
Sanksi
pelanggaran etik diantaranya:
1. Peringatan
kepada dokter/dokter gigi agar dapat memperbaiki, bersikap lebih baik, dan
profesional dalam menjalankan profesinya.
2. Teguran
dikeluarkan dari anggota profesi apabila pelanggaran etik yang dilakukan
dokter/dokter gigi dianggap sudah berat/melampaui batas pelanggaran etik. 11,
7
PEMBAHASAN
Dari
skenario diketahui bahwa, seorang ibu membawa anaknya berusia 2 tahun dengan
keluhan kedua gigi insicivus mandibula patah dan mengalami perdarahan yang tak
kunjung henti. Karena tidak sabar melihat pasien yang tak kunjung berhenti
menganis, drg. Rina akhirnya memberikan surat rujukan rontgen fhoto dengan
alasan pasien belum bisa ditangani. Ibu pasien akhirnya merasa kecewa.
Fraktur
pada gigi anak di defenisikan sebagai suatu kejadian yang tidak terduga atau suatu penyebab sakit karena
kontak yang keras dengan suatu benda. Tingkah laku psikis anak yang sangat aktif dapat menyebabkan fraktur pada
gigi terutama pada gigi anterior. Fraktur pada gigi anak sering terjadi karena sensor
motorik anak sedang bertumbuh pesat sehingga sering melakukan gerakan yang
tidak terduga.
Tindakan
preventif yang harus dilakukan adalah tetap membersihkan
gigi tersebut dengan perlahan-lahan, walaupun anak pasti akan mengeluh sakit.
Hal ini dilakukan untuk meminimalkan infeksi. Jika anak terlihat bersedia atau menerima perawatan dokter
gigi selanjutnya, maka dokter gigi
akan melakukan perawatan
dengan melakukan devitalisasi pada gigi tersebut (membuat gigi tersebut mati)
sehingga kemungkinan infeksi dan keluhan sakit akan sangat berkurang. Sisa gigi
tersebut kemungkinan besar akan tetap digantikan oleh gigi permanen, selama gigi permanen tidak mengalami trauma akibat rusaknya gigi desidui.
Mengapa anak terus-menerus menangis?
Hal itu dikarenakan anak bereaksi terhadap sakit yang
ditimbulkan oleh gigi yang patah, reaksi terhadap orang yang tidak dikenal
dengan cara merengek, menangis, menyembunyikan kepala, dan bergayut pada orang
yang membopong mereka, serta reaksi perlawanan yang biasanya menimbulkan sikap
negatif.
Namun, dalam kasus ini dokter gigi di anggap telah lalai dan melanggar etika kedokteran gigi karena tidak memberikan perawatan maupun pengobatan pada
anak melainkan memberikan surat rujukan untuk dilakukan rontgen fhoto. Para dokter gigi mutlak harus
mengutamakan kepentingan masyarakat yang membutuhkan pertolongan, terutama saat
mereka menghadapi persoalan gigi ataupun rongga mulut.
Etika dalam berprofesi
merupakan satu tingkah laku konkrit dan merupakan pelaksanaan tanggung jawab
pribadi dokter/dokter gigi dalam melaksanakan rasa kemanusiaan terhadap
penderitanya. Yang berisikan keselamatan kepentingan penderita, dan perlindungan
pada dokter. Etika profesi kedokteran gigi haruslah
tetap mengacu pada kode etik medis yang berlaku di dunia kedokteran gigi.
Dokter/dokter gigi yang
kurang berfikir, kurang tahu, atau kurang bijaksana sehingga menelantarkan
pasien yang seharusnya diberikan pengobatan dapat dikenakan sanksi hukum.
Sanksi
pelanggaran etik diantaranya:
1. Peringatan
kepada dokter/dokter gigi agar dapat memperbaiki, bersikap lebih baik, dan
profesional dalam menjalankan profesinya.
2. Teguran
dikeluarkan dari anggota profesi apabila pelanggaran etik yang dilakukan
dokter/dokter gigi dianggap sudah berat/melampaui batas pelanggaran etik.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari
skenario tersebut dapat disimpulkan bahwa drg. Rina telah lalai melaksanakan
profesi dan telah melanggar etika profesinya. Dapat dikatakan demikian karena
drg. Rina merasa tidak sabar dan langsung memberikan surat rujukan rontgen
fhoto.
Hal yang seharusnya dilakukan dokter gigi Rina adalah
memberikan pengobatan dan perawatan terbaik pada anak, memperlakukan pasien balita
dengan sabar, berlemah lembut, serta beramah tamah sehingga batita tersebut
dapat merasa nyaman dan proses pemeriksaan berjalan dengan baik sesuai
prosedur. Sanksi yang dapat diberikan pada drg. Rina adalah peringatan dan
teguran agar menjalankan profesinya dengan lebih baik.
4.2 Saran
Kepada dokter gigi, diharapkan lebih menerapkan etika dan
profesionalismenya dalam menangani pasien, terutama pada anak.
Kepada mahasiswa, diharapkan kepada mahasiswa agar
mempelajari bagaimana etika yang baik dan menerapkannya pada kehidupan
sehari-hari agar ketika menjadi seorang dokter gigi bisa lebih profesional.
Kepada masyarakat, diharapkan untuk ikut serta dalam
membantu dokter gigi dalam menjalankan tugasnya, contohnya tetap bersikap sopan
dan tenang ketika melakukan pemeriksaan.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Anonymous.
2010. Perkembangan Psikis Anak.
(online). (http://www.ibudanbalita.com/pojokcerdas/perkembangan-psikis-anak, diakses tanggal 2 Mei 2013)
2.
Anonymous.
2010. Resin Komposit Perawatan Fraktur
Gigi Depan Anak. (http://www.morphostlab.com/artikel/resin-komposit-perawatan-fraktur-gigi-depan-anak.html, diakses tanggal 2 Mei 2013)
3.
Agape.
2011. Etika Profesi Kedokteran Gigi.
(online). (http://agapedentalclinic.com/index.php/about-us/14-info/article/22-etika-profesi-kedokteran-gigi, diakses tanggal 2 Mei 2013)
4.
Dokita.
2011. Gigi Anak Patah. (online). (http://dokita.co/blog/gigi-anak-patah-harus-bagaimana-dokter/, diakses tanggal 2 Mei 2013)
5.
Fakultas
Kedokteran Gigi Unpri. 2012. Panduan Mahasiswa Blok 2. Medan : UNPRI.
6.
Hurlock,
Elizabeth. 2006. Perkembangan Anak.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
7.
Koehn, Daryl. 2000. Landasan
Etika Profesi. Yogyakarta:
Pustaka Filsafat.
8.
Melinda.
2010. Perkembangan Psikis Anak Perlu Anda
Perhatikan. (online). (http://www.melindahospital.com/modul/user/detail_artikel.php?id=1543_Perkembangan-Psikologi-Anak-Perlu-Anda-Perhatikan, diakses tanggal 2 Mei 2013)
9.
Nasution,
Minasari. 2012. Pengenalan Gigi.
Medan: USU Press.
10.
Purnomo, B. 1991. Hukum Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.
11.
Scribt.
2012. Etika Kedokteran. (online). (http://www.scribd.com/doc/42928439/etika-kedokteran, diakses tanggal 2 Mei 2013)
12.
Scribt.
2012. Etika Kedokteran. (online). (http://www.scribd.com/doc/120815586/ETIKA-KEDOKTERAN-doc, diakses tanggal 2 Mei 2013)
13.
Scribt.
2012. Etika Kedokteran. (online). (http://www.scribd.com/doc/29904725/ETIKA-KEDOKTERAN, diakses tanggal 2 Mei 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar